Entahkenapa, sejak malam itu aku mulai mencintai Fitri, pembantu yang juga budak seks-ku Cerita sex, cerita dewasa, cerita mesum, cerita ngentot, kisah sex janda nyata terbaru - Waktu sy memberi tahu maksut kedatanganku, dia tanya banyak hal, seperti status sy, jadwal datang blan sy, dll Koleksi Malaysia - Selamat Datang ke Laman Suami Orang Widya, Kisah Seorang Ibu Rumah Tangga Widya, Seorang Ibu rumah tangga yang bertubuh binal dan sangat aduhai. Tidak usah lama lama, langsung saja baca ceritanya Gasssss List Part Part 27 Gara – gara Katering 2 Tamat Baca Part 26 Gara – gara Katering 1 Baca Part 25 Berpacu Dalam Birahi Baca Part 24 Hadiah Pijat Untukku dari Anakku 2 Baca Part 23 Hadiah Pijat Untukku dari Anakku Baca Part 22 Rewatch Baca Part 21 Pleasure Baca Part 20 Gift Me a Diamond Baca Part 19 Slavery Baca Part 18 Live Streaming Baca Part 17 Hukuman Dari Seorang Anak Baca Part 16 Rahasia Dibalik Rahasia Baca Part 15 Perubahan Kian Terasa Baca Part 14 Lingkaran Nafsu Manusia Baca Part 13 Ternyata Baca Part 12 Teman Anakku Baca Part 11 Perintah Misterius Baca Part 10 Hasrat Binal Baca Part 09 Fantasi Sang Mertua Dan Maaf, Ini Nikmat Baca Part 08 Untitled Baca Part 07 Tragedi Di Terminal Lagi Baca Part 06 Malam Penaklukan Baca Part 05 Perasaanlah Yang Membuat Kita Bersama Baca Part 04 Kepuasan Seorang Janda Bersama Pria Tua Baca Part 03 Untuk Pertama Kalinya Baca Part 02 Kebinalan Baca Part 01 Berawal Dari Sebuah Saran Tetangga Baca Diaambil handuk, dikasihkan ke aku, tapi tangannya sempat memegang penisku sambil ngomong Cerita blue ini berlanjut Tapi mungkin karena latar belakang pendidikanku tidak cukup mendukung, management memutuskan merekrutnya please banget" rayuku sambil tanganku mulai beraksi Cerita Dewasa - Saat ini aku tinggal di komplek di kawasan Jakarta, kurang lebih ada 150 kepala rumah tangga, ada satu Ibu Rumah Tangga Ketagihan Selingkuh – Ibu Rumah Tangga Ketagihan Selingkuh, Aku tinggal di kompleks perumahan elit di Yogyakarta. Suamiku termasuk orang yang selalu sibuk. Sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS di Kejaksaan Yogyakarta tugasnya boleh dibilang tidak kenal waktu. Usiaku sudah 35 tahun selisih tiga tahun lebih tua suamiku. Tinggi 158 cm dan berat 50 kg, orang-orang bilang tubuhku bagus, tapi menuruntuku biasa–biasa Rumah Tangga Ketagihan SelingkuhAku punya dua putra, anak pertama kelas tiga SMP dan anak kedua kelas satu SMP. Sebut saja namaku Ina bukan nama sebenarnya. Aku melakukan kesalahan yang sangat fatal dalam hidup ini karena aku telah berselingkuh dengan seseorang yang aku belum begitu cerita, kejadian ini pada tanggal enam Maret 2012, dimana waktu itu aku berkunjung kekantor suamiku setelah aku pulang dari mengajar, oh ya, aku adalah seorang guru di salah satu SMP Negeri dan Swasta di Yogyakarta. Dari sekolahan aku langsung melucur kekantor Kejaksaan Yogyakarta, tapi diperempatan sebelah timur tugu aku telah melanggar lampu merah dan akhirnya aku dikejar oleh salah seorang polisi yang sedang bertugas, sang Polisi berhenti memotong laju kendaraanku aku pun bergegas menginjak rem. “Selamat Siang Bu..!” “Siang pak”, begitu sahutku. “Maaf Bu, Anda telah melanggar lampu merah, Tolong tunjukan SIM dan STNK Anda.” Aku pun mengeluarkan dompet dan menyerahkan SIM beserta STNK. “Maaf Bu, Anda Ikut saya kepos Polisi.” Aku pun menurutinya karena aku juga merasa bersalah. Polisi muda tersebut masih berusia sekitar 28 Tahun berinisial “R”. Kami pun sama–sama menuju pos polisi. Setelah sampai dipos polisi saya diberi alternatif untuk mengembalikan SIM saya. Yang pertama aku harus sidang pada tanggal 11 Maret dan aku harus membayar denda sebesar Rp. Tanpa ambil pusing akupun langsung membayar denda karena aku juga tergesa–gesa menuju kantor suamiku, karena suamiku telah menungguku untuk pulang bareng, kebetulan suamiku tidak bawa mobil karena dipakai salah satu temannya. Ku akui kalau polisi tersebut tampan, badan tinggi dan tegap. Setelah proses pembayaran denda selesai, sang polisi bertanya. “Maaf Bu, kenapa Ibu kelihatannya Tergesa-gesa?” “Iya ini pak, saya sudah ditunggu suamiku dikantornya.” “Kalau boleh tahu kantornya dimana Bu?” “Kantor Kejaksaan Pak”, aku jawab pertanyaannya. “Oya, Suami Ibu siapa namanya, kalau boleh tau”? “Pak Guruh bukan Nama Sebenarnya” “Ha… Pak Guruh”, Polisi merasa terkejut. “Iya memang kenapa”, tanyaku kepada polisi muda. “saya kenal baik bu dengan dia.” “Oh ya… Bapak kenal dimana?”, Kembali tanyaku. “saya sering kekantor kejaksaan Bu, jadi ya kenal dengan pak Guruh.” “Oh… Iya sich polisi sama kejaksaan masih saudara ya”, begitu gurauku dengan polisi muda. “Ah… Ibu bisa saja. Pak Guruh beruntung ya punya istri secantik ibu.” “Terima kasih pak atas pujiannya, tapi saya boleh pergi pak. Kasihan suamiku sudah menunggu”, begitu sahuntuku sama polis muda. “Oh… Silahkan bu, kalau ibu butuh sesuatu yang berhubungan dengan polisi silahkan hubungi saya bu”, sambil kasih secarik kertas berisikan nomor hp dia. Akupun menerimanya dan langsung pergi kekantor suamiku. Setiba dikantor suamiku, suamiku sudah menunggu diruang tamu, sedang bincang–bincang dengan rekan kerjanya. “Kok mama lama banget sich, kemana aja?”, tanya suamiku kepadaku. “Maaf pa, tadi saya ketilang”, jawabku singkat. “Kok mama tidak bilang, kan nanti bisa tidak bayar denda”, jawab suamiku. “Gak masalah pa, lagi pula mama yang salah.” “Emang siapa yang tilang kamu ma?”, tanya suamiku. “Dia namanya Randi Bukan nama sebenarnya”, begitu jawabku sama suamiku. “Ha… Randi, mama tidak bilang kalau mama istriku?” “Bilang sich pa, tapi pas sudah membayar denda, udahlah pa tidak usah dibahas lagi”, begitu aku meyakinkan suamiku biar tidak berkepanjangan. “ya sudah ayo pulang”, ajak suamiku. Setelah suamiku pamit kepada rekan–rekannya, langsung aku dan suamiku berboncengan menuju rumah. Keesokan harinya hari kamis tanggal tujuh Maret 2012, kebetulan aku tidak mengajar, karena hari kamis tidak ada jam pelajaran yang saya ajarkan. Akhirnya aku dirumah sendiri karena anak–anak sekolah dan suami kekantor yang ad Cuma pembantu. Sekitar pukul 10 siang telepon rumah berdering. Aku pun lansung angkat teleponnya. “Halo… Selamat pagi”, jawabku. “Halo ma ini papa, tadi polisi yang menilang kamu kemarin datang kekantor minta maaf sama papa, dan mau ngembaliin uang denda kemarin”, kata suamiku ditelepon. “Trus gimana pa?, ya udahlah pa tidak usah diusut lagi.” “Aku tidak ngapain–ngapain kok, tadi dia sendiri yang datang kekantor dan minta maaf”, begitu jawab suamiku. “Ya udahlah, terima aja uang dendanya, selesai kan?”, akupun menjawab “Sekarang dia menuju rumah kita, karena aku bilang minta maaf aja langsung ma istriku”, jawab suamiku. “Ihh, ngapain pa?, kayak kurang kerjaan aja?”, aku membalas perkataannya. “Ya udah tidak masalah, ntar dia cuma minta maaf kok. Dah ya ma, papa lagi kerja nich”, begitu kata suamiku. “Ya udah pa, da…”, aku pun tutup teleponnya. Selang tiga puluh menit ada kendaraan sepeda motor Honda Tiger datang, aku sedang menonton TV diruang keluarga. “Permisi… Permisi…”, panggil seseorang dibalik pintu depan. “Bi… Tolong buka pintu, ada tamu”, aku menyuruh pembantuku. “Iya bu”, jawab pembantuku. “Maaf mbak bu Ida ada?”, tanya seorang tamu tadi. “Ada pak, tapi bapak siapa ya?”, Tanya kembali pembantuku. “Oh ya, bilang saja saya Randi. Ibu dah tahu kok”, jawabnya. Aku yang didalam ruang keluarga mendengar percakapannya, aku terkejut setelah yang datang adalah Randi sang polisi muda yang tampan, tegap dan tinggi. “Silahkan masuk pak”, pembantuku bersikap sopan terhadapnya. Gak lama kemudian pembantuku datang. “Bu ada yang cari ibu?”, kata pembantuku. “Siapa bi?”, tanyaku pura–pura tidak tau. “Randi bu, katanya ibu sudah tau”, jawab pembantuku yang polos. “Ya udah sana masak lagi”, begitu perintahku sama pembantuku. Akupun berdiri menuju ruang tamu. “Eh.. Pak Randi, ada apa ya pak? Apa masih perlu syarat lagi untuk ditilang?”, kataku sedikit menyindir. “Gak bu, jadi tidak enak nich. Saya hanya minta maaf bu”, jawab Randi. “Ngapain minta maaf, kan saya yang salah dan kamu sudah sesuai prosedur untuk menilang saya”, aku pun menjawab. “Iya sich bu, tapi saya tidak enak saja”, Kembali dia berkata dengan nada menyesal. “Ya sudah tidak usah dipikirkan lagi”, sahutku. “Iya bu terimakasih”, jawabnya. “Kok bapak tidak bertugas”, tanyaku. “Saya mohon jangan panggil pak dong, panggil nama saja”, jawabnya. “Oya maaf. Randi kok tidak tugas?”, tanyaku kembali. “Saya nanti malam piket bu.”, jawabnya dengan polos. “Oh… Jadi kesini intinya hanya minta maaf ya?”, tanyaku kepada Randi. “Iya bu, maaf bu kok sepi emang rumah sebesar ini dihuni siapa saja bu?”, tanya Randi. “Oh… Anak–anak lagi sekolah, bapak dikantor, jadi dirumah cuma aku dan pembantuku, tapi kalau aku kerja ya cuma pembantuku”, jawabku jelas. “Rumah sebesar ini cuman dihuni empat orang plus pembantu bu?”, tanyanya kembali. “Iya mang napa?”, tanyaku kembali. Ku akui rumah kami memang besar bertingkat, kamar tidur ada 6, diatas dua dibawah tiga dan satu kamar pembantu. Untuk kamar atas khusus kamar aku dan suamiku dan satu kamar atas untuk kamar tamu. Anak–anakku punya kamar sendiri–sendiri dibawah. “Gak apa – apa Cuma tanya aja bu”, begitu jawab Randi. Pukul sudah menunjukan pukul WIB kami asik ngobrol. Diwaktu ngobrol asik pembantuku membawa minuman teh buat Randi dan aku. “Silahkan diminum Ran”, perintahku sama Randi. “Iya bu, terimakasih”, jawabnya. Kami pun menikmati teh yang dibuat oleh pembantuku. Dan tiba–tiba… “Ibu cantik sekali”, kata Randi. “Maaf.. Apa ran?”, aku pura–pura tidak dengar dan sedikit kaget. “Iya ibu cantik sekali, pak Guruh beruntung punya istri kayak ibu yang cantik dan pinter”, katanya kembali memujiku. “Terimakasih atas pujiannya, tapi aku sudah berusia 35 tahun jadi dibandingkan dengan perempuan yang seusia kamu pasti lebih cantik, apa lagi aku bersuami dan punya anak lagi”, jawabku sambil menyakinkan kalau aku bersuami. “Tapi ibu tetep cantik kok, walaupun punya anak”, dia kembali memujiku. “Terimakasih ya, tapi Randi jangan memuji terus, karena tidak enak aja kedengaranya”, jawabku halus. “Apakah saya salah bu, jika kagum terhadap ibu”, dia mulai merayu lagi. “Gak salah kok, Cuma tidak enak aja. Apa lagi aku dah bersuami dan anak–anakku dah beranjak dewasa”, jawabku kepada Randi. Dia berdiri dan duduk disamping kananku. Aku mulai merasa takut, aneh pokoknya sudah tak karuan perasaanku. Aku sedikit menggeser kekiri, dia mengikuti geser pula, akhirnya aku berdiri karena aku merasa terlecehkan. “Maaf ran, jangan begitu tidak enak sama pembantuku, apalagi aku dah bersuami”, aku berkata tegas. Tapi dia ikut berdiri dan kedua tangannya memegang pundakku dan ditekan kebawah agar aku kembali–kembali duduk disofa. “Maaf bu, tapi saya benar–benar kagum terhadap ibu, ibu cantik bahkan kecantikan ibu mengalahkan semua wanita yang masih berumur belasan tahun. Benar bu ini semua kejujuranku terhadap ibu, aku bisa saja mendapatkan wanita lain tapi menuruntuku mereka tidak menarik bagiku tapi ibu yang menarik hatiku”, katanya lugu, apakah dia jujur apa tidak tapi yang jelas sudah lama suamiku tidak memujiku bahkan hampir tidak pernah memujiku. “Maaf Ran aku dah tua, sudah punya anak dan suami, aku sudah berkeluarga dan aku merasa sangat berbahagia dengan keluargaku saat ini. Jadi kumohon jangan lakukan lagi”, pintaku terhadap Randi walaupun tak pungkiri aku merasa senang dipuji. Randi mulai mengeluskan tangannya dirambuntuku lurus yang panjang sambil berkata “Ibu, aku tidak bermaksud merusak kebahagiaan ibu, tapi aku hanya mengatakan kalau aku suka sama ibu walau umurku lebih muda tujuh tahun dibawah ibu. Tapi menurutku ibu tetap cantik dan menarik.” Dia mulai berani mendekap aku. Jantungku berdebar tak karuan, aku berontak tapi dia tetap tidak melepaskan pelukannya. “cukup Randi, kamu jangan kurang ajar gini dong”, gerutuku masih dalam peluknya. “Coba nikmati bu, jangan berpikiran ibu berkhianat terhadap suami ibu, tapi berpikirlah bagaimana agar ini terasa indah”, begitu katanya menyakinkanku. Dilepas pelukannya dan dia memandangi wajahku. Dan kuakui dia anak yang tampan. Dan tanpa sadar dia telah mencium pipiku, dia melihatku dengan mata sayu lalu tiba-tiba dia mulai mencium pipiku kembali. Ku akui aku menikmati ciuman mesranya dipipiku. Dia kembali memelukku, tapi ini apa yang kurasakan dia menjilati kupingku, terus menjilati leherku kembali lagi kekuping terus menerus, aku hanya diam terpaku, akhirnya aku mendesis lirih. Dan seperti kehilangan kontrol akupun membalas menjilati kuping. Randi membalas tidak kalah jilatannya. Napasku terengah engah tanda napsuku mulai naik. Ternyata dia tahu aku telah terangsang dengan tingkahnya. Tiba-tiba tangan kirinya dia taruh ke pahaku. Tetapi saat aku tidak menunjukkan reaksi, tangan Randi mulai mengelusi pahaku kemudian menaikkan elusannya ke peruntuku kemudian ke dadaku. Aku tepis kuat-kuat. Aku bisikkan agar jangan tidak sopan padaku. Dia tunjukkan celana dalamnya yang telah terdorong mencuat karena tongkolnya yang ngaceng berat sambil telunjuknya menunjuk bibirnya agar aku diam. Kemudian dia perosotkan celananya hingga tongkolnya yang cukup gede dan ujung kepalanya yang merah berkilatan itu nampak tegak kaku mencuat dari rimbunan bulunya yang masih halus kaget banget dengan ulah Randi ini. Yang aku takuntukan kalau-kalau pembantuku mendengar, masuk ke ruang tamu dan melihat apa yang terjadi di ruang tamu ini. Bisa-bisa aku dianggap serong sementara suamiku masih berada di kantor. Aku berontak untuk berdiri dan meninggalkan ruang tamu. Tetapi Randi lebih sigap dan kuat. Direnggutnya rambutku dengan kasar hingga aku nyaris terjatuh. Kemudian dengan paksa mukaku ditundukkan ke arah selangkangannya. Dia arahkan tongkolnya ke mulutku. Dia maksudkan agar aku mengulumnya. Kurang ajar dan kebangetan banget, nih anak. Tahu bahwa ada pembantuku di dapur dia berani mencoba melakukan macam ini padaku. Tapi aku tetap tidak mau. Dengan lembut dia menidurkan aku disofa dan dengan lembut pula tanpa kata kata, dia membuka kancing bajuku dan dia menyentuh kedua bukit kembarku, aku mendesis desis. Dia lepas bukit kembarku dan berdiri sambil menutup celananya kembali yang sempat dikeluarkan penisnya. Dia berkata “Bu, kita kekamar ibu, dan suruh pembantu ibu pergi kemana gitu biar kita senang–senang tanpa ada yang memganggu…” Aku diam terpaku dan masih bimbang apakah aku menerimanya apa menolaknya, apa aku sudah berselingkuh. Aku masih terdiam sementara Randi menunggu jawabanku. Aku masih berpikir apa aku harus menampar muka Randi dan mengusirnya. Tapi jujur kuakui kalau perilaku Randi membuat aku terangsang. Dan akhirnya.. “Bi.. Bibi..”, Aku memanggil pembantuku. Pembantuku datang dengan lari–lari kecil dan menyahut panggilanku. “Ada apa bu?” “Bibi sekarang ke pasar beli buah buat persediaan anak–anak”, perintahku. Kebetulan buah–buahan yang dikulkas telah habis. “Tapi bu, saya sedang masak”, bantah pembantuku. “ya sudah tinggalkan saja, nanti sekalian mampir ke Rumah makan padang beli lauknya saja buat makan siang anak–anak”, perintahku kembali sama pembantuku. “Baik bu”, jawab pembantuku. “Oh ya sekalian jemput dwi ya, habis dari beli buah jemput Dwi”, perintahku lagi sama pembantuku. Dwi adalah putraku ke dua kelas satu SMP, biasanya pulang jam dua siang. Anak pertamaku karena kelas tiga jadi ada les tambahan. “Baik bu”, jawab pembantuku. Sambil ku beri uang belanja dan kunci motor aku sempat melirik Randi yang tersenyum–senyum padaku. Akupun belum begitu meresponnya. Pembantu telah pergi dan akhirnya tinggal aku dan Randi, sempat melihat jam menunjukan pukul 12. Dan nanti kurang lebih jam siang pembantuku akan kembali bersama anakku, itu artinya aku masih punya waktu 2jam untuk bersama Randi. Tapi jujur aku masih merasa bingung apa harus aku lakukan atau tidak, karena aku merasa bahagia dengan keluargaku saat ini juga, tetapi tak dapat kupungkiri aku sudah merasa terangsang dengan perilaku Randi. Tiba–tiba Randi berkata. “Bu, ayo keruang keluarga sambil nonton tv”, ajak Randi. Akupun melangkah keruang keluarga dengan Randi, dan setelah sampai diruang keluarga, kami duduk di karpet depan tv yang masih hidup. Tanpa basa basi, langsung saja dia merangkulku dan merobohkan aku dikarpet posisiku ditelentangkan, aku hanya protes, “Rann… apa-apaan siih..”, katanya kita mau ngobrol saja kok begini…” Dan sambil mencari kaitan BH di belakang tubuhku, dia menjawab saja, “Sebenarnya… aku pengen bu…” Setelah kaitan BH-ku terlepas, langsung saja BH-ku dibuka dan dijilat payudaraku serta dia menyedot-sedot puting susuku yang putih dan besar dan tanpa sadar aku mencoba memasukkan tangan kananku ke dalam celana Randi mencari cari penis yang sempat diperlihatkan kepadaku, tetapi karena celananya agak sempit sehingga aku kesulitan memasukkan tanganku dan langsung saja aku berkata entah sadar apa tidak “Ran, bukain celanamu, aku yoo.., kepingin… pegang punyamu”, pintaku. Dan tanpa melepas puting susuku yang masih dia sedot, dia mulai melepas celana dan celana dalamnya sekaligus sehingga dia sekarang sudah telanjang bulat dan penisnya yang setengah berdiri itu langsung saja kupegang dan segera saja aku berkomentar, “Ran, kok masih lembek.. Gak kayak tadi?” “Coba saja di isap… pasti sebentar saja sudah tegang, mau?”, tanya Randi. sambil memandangi wajahku, dan akupun mulai menjilatinya, toh aku juga pernah sama suamiku. Dia melepas isapan mulutnya di payudaraku dan bangun serta duduk di dekat kepalaku sambil sedikit dia memiringkan badanku kearahnya dan dengan tidak sabaran langsung saja batang penisnya yang masih setengah berdiri kupegangi dan kepalanya ku jilat-jilat sebentar dan langsung dimasukkan ke dalam mulutku. Dia memutar badanku setengah tengkurap, aku segera saja memaju-mundurkan kepalaku sehingga penisnya keluar masuk di mulutku. “Aah.., ooh, Buuu… teruss… ooh… enaaknyaa, Bu.. oohh”, kata Randi sambil membelai rambut di kepalaku dan sesekali dia menjambak dan baru sebentar saja aku menghisap penis Randi, terasa penisnya sudah tegang sekali. Tiba-tiba saja penisnya dikeluarkan dari muluntuku dan langsung dia berkata. “Buuu…, isap.., lagii.., doong”, pintanya kepadaku. Tetapi aku menjawab dengan sedikit meminta. “Rann… tolong, punya saya juga…” Ternyata dia langsung mengerti apa yang aku mau dan langsung saja dia merubah posisi dan dia menjatuhkan dirinya tiduran ke dekat kaki ku dan dia menarik celana dalamku turun serta melepas dari badanku. Dengan perilakunya aku bergerak dan berganti posisi tidur di atas badan Randi sehingga vaginaku tepat berada di mulut Randi, maka tanpa bersusah payah dia sibak bulu-bulu vaginaku yang menutupi bibir vaginaku dan setelah itu dia membuka bibir vaginaku dengan kedua jari tangannya dan dia menjulurkan lidahnya menusuk ke dalam vaginaku yang sudah basah oleh cairan. Ketika ujung lidahnya menyodok kelubang vaginaku, langsung saja ku menekan pantatku ke wajahnya sehingga terasa dia sulit bernafas dan langsung ku kocok-kocok penis Randi dengan jari tanganku. Ketika lidahnya menjelajahi seluruh bagian vaginaku dan bibir vaginaku tetap dia pegangi, aku lalu menaik-turunkan pantatku dengan cepat dan aku merasa keenakan dijilati. Aku mendesah yang agak keras karena terlalu nikmat. “ooh… Ran, aahh teruus.. Ran, aduuh… enak.. Ran… Ran… ooh…”, desahku. Dan sesekali clitorisku yang sedikit menonjol itu dan sudah mulai terasa mengeras, dia hisap-hisap dengan mulutnya sehingga desahan demi desahan keluar dari mulutku, “ooh… itu.., Rannn, enaak, Sayang”, desahku kenikmatan dengan perilaku Randi. Dan aku melepaskan pegangan dipenisnya Randi dan Aku menjatuhkan diri dari atas tubuhnya dan tidur telentang sambil memanggilnya. “Rann, sayang, sini, Saya sudah nnggak tahaan… ayoo… sini… Raann”, memintaku sama Randi sang polisi muda. Dia segera saja bangun dan membalik badannya serta dia menaiki tubuhku dan aku ketika tubuhnya sudah berada di atasku, aku membuka kakiku lebar-lebar dan dia tempatkan kakinya di antara kedua kakiku. Dengan nafas terengah engah dan mencoba memegang penisnya aku berkata, “Raann.., cepat dong, masukin. Saya sudah tidak tahan.” “Tunggu sayang, biar Aku saja yang masukin sendiri”, kata Randi sambil memindahkan ke atas, tanganku yang tadi mencoba memegang penisnya tetapi rupanya aku akui sudah tidak sabaran lalu kembali aku berkata. “Rann, ayoh dong, cepetaan, dimasukiin, punyamu itu!”, aku memintanya kembali. Dan tiba–tiba Randi memegang penisnya dan menggesek-gesekkan di belahan bibir vaginaku beberapa kali dan kemudian dia mulai menekan ke dalam serta, “Blees”, terasa dengan mudahnya penisnya masuk ke dalam lubang vaginaku dan aku terkaget bersamaan penis Randi masuk kedalam vaginaku. “Aduh… Raan”, aku sambil mendekap Randi erat-erat. “Sakit, sayang?”, tanya Randi. Dan aku hanya menggelengkan kepalaku sedikit dan aku menciumi disekitar telinga Randi aku pun berbisik, “Enaak, Rann…”, aku mendesis. Dia menciumi wajahku dan sesekali dia hisap bibirku sambil dia memulai menggerakkan pantatnya naik turun pelan-pelan, aku mencengkram punggungnya Randi dengan keras. Dan aku berkata sambil menikmati goyangan pantat Randi. “Ran, coba diamkan dulu pantatmu itu…”, pintaku sama Randi. Ran pun menuruti saja permintaanku. Aku langsung mempermainkan otot-otot vagina kenikmatanku, dan Randi terasa penisnya seperti di pijat-pijat serta tersedot-sedot dan jepitan serta sedotan vaginaku semakin lama semakin kencang sehingga penisnya terasa begitu nikmat dan akupun menikmatinya. Dan ternyaya Randi terlena keenakan. “oohh… sshh… Bu… enaknya… ooh… terus Bu, aduuh, enaak!”, Randi merasa menikmati sedotan vaginaku. Dan Randi sudah tidak dapat tinggal diam saja, langsung pantatnya naik turun sehingga penisnya keluar masuk lubang vaginaku serta terdengar bunyi, “Crreett… crettt…”, secara beraturan sesuai dengan gerakan penisnya keluar masuk vaginaku yang sudah sangat basah dan becek. “Rannn, cabut dulu punyamu, biar aku lap dulu punyaku sebentar”, kataku sama Randi. “Biar saja Bu… nikmat begini kok”, sahutnya sambil meneruskan gerakan penisnya naik turun semakin cepat dan aku tidak memperhatikan jawabannya karena merasa kenikmatan yang sangat enak. “ooh… sshh… aakk, aduuh, Raan, teruskan Rann, ooh..”, sambil mempercepat goyangan pinggulku serta kedua tanganku yang dipunggungnya selalu menekan-nekan disertai sesekali aku menyempitkan lubang vaginaku sehingga terasa penisnya terjepit-jepit dan aku menikmati hal seperti ini. “ooh.. Bu… sshh.. oohh.. enaak.., Buuu.. aku, aku sudah nggak kuat, mau… keluarr, Bu…”, desahanknya yang sudah tidak kuat lagi menahan keluarnya air maninya. “Rann, ayoo… Ran aduuh, ooh… Aku juga, ayoo sekaraang, aakkrr.., Sayang”, dan dia melepas air maninya semuanya ke dalam vaginaku sambil dia menekan penisnya kuat-kuat dan aku pun mendekapnya dengan sekuat tenagaku. Baru sekarang kuraih kenikmatan yang luar biasa. Sungguh aku merasa nikmat, walau aku merasa bersalah terhadap keluargaku. Dia terkapar di atas badanku dengan nafas ngos-ngosan demikian juga dengan nafasku yang sangat cepat. Setelah nafas kami mulai mereda, lalu dia berkata, “Bu, aku cabut ya punyaku”, dan sebelum dia menghabiskan perkataannya, aku cengkeram punggungnya dengan kedua tanganku dan aku berkata. “Jangaan duluu, Rann, Aku masih ingin… punyamu tetap ada di dalam.” Dia pun menuruti kata–kataku. Setelah agak lama dalam vaginaku, dikeluarkan penisnya dari vaginaku. Kamipun merapikan diri. Setelah kulihat jam ternyata menunjukkan pukul Randi pun berpamitan akan pulang sambil melumat bibirku. Aku pun membalas ciuman mulutnya. “Terimakasih bu, aku sangat puas”, kata Randi berbisik dikupingku. Aku hanya diam tak menjawab, Randi pun langsung keluar rumah dan pergi. Aku merasa aneh dengan diriku, aku menghianati suamiku dan keluargaku tapi hati kecilku meras senang dengan kejadian ini. Setelah kejadian ini aku merasa bersalah dengan keluargaku, aku mencoba untuk memperbaiki sikapku. Tapi setiap malam aku merasa kangen dengan Randi. Bahkan saat berhubungan dengan suamiku aku membayangkan dengan Randi yang sangat lihai membuat aku mudah terangsang. Aku dan Randi pun memanfaatkan hari kamis dimana aku libur kerja dan dia piket malam hari. Sampai saat ini aku dan Randi masih berhubungan, sesekali kami sexs phone, atau sexs sms. Aku memang ibu yang tak tahu diuntung dan kurang bersyukur dengan kebahagiaanku saat ini. Beginilah ceritaku, kutulis di situs ini. Dan jujur aku tahu situs ini dari Randi, aku pun menulis kisah ku ini atas permintaan juga
Search Cerita Seks Budak Seks Eksibisionis. Well, actually Aku masa kecik kat Malaysia yang miskin hanya layan rtm jer yang sekali sekala tayang ultraman, kemen rider, Gaban, etc, itupun dengan mutu sound yang teruk, dan cerita pulak tayang tak habis kakak kelas ku kelas 3 Suatu pagi di sebuah Sekolah Negeri ternama terlihat sibuk aktivitas di sekolah Namaku Jessica, umur 29 tahun dan aku
Widya, Kisah Seorang Ibu Rumah Tangga Part 24 Hadiah Pijat Untukku dari Anakku 2 Widya Ayu Ningrum 38 Tahun -Seorang Janda -Mempunyai satu orang anak bernama Evan -Memiliki tubuh yang membuat para lelaki ingin menjamahnya . . Dalam keadaan masih memejamkan mata, aku merasakan bahwa kontolnya tengah menyapu wajahku atau dengan kata lain pak Tirta seperti sedang meratakan semua cairan peju nya, mungkin sampai wajahku ini terlihat mengkilap olehnya dan setelahnya aku merasakan bahwa wajahku seperti di pukul beberapa kali dengan batang kontolnya. Pelecehan seperti ini kenapa aku seperti menyukainya? Padahal sudah sangat jelas bahwa harga diriku sedang di banting oleh pria yang baru aku jumpai ini dan ditambah anakku melihatnya sekarang. Aku sekarang masih dalam kondisi tidur terlentang dengan kedua kakinya yang bagian lutut ke bawah terjuntai. Masih ku coba untuk mengatur nafas sehabis pertempuran yang kami lakukan ini dengan dada kembang kempis memompa udara sampai sosok yang kutahu anakku itu mendekat dan ia memelukku. Entah apa yang membuat Evan memeluk tubuhku ini tapi yang jelas saat diriku di peluk olehnya aku merasakan sebuah ketenangan. Walau aku lemas aku coba untuk memeluk anakku balik. “Mah…”, lirihnya memanggil di dalam pelukan. Aku berdeham menyahut. “Maaf Evan lakuin ini dan maaf udah jadikan mamah sebagai pewujud fantasi Evan tapi….kalo mamah ga suka mamah boleh berhenti disini dan kita pulang”, hatiku menghangat dan hal itu membuatku tersenyum kecil lalu Menggeleng. “Gapapa, nak. Mamah suka kok dan mamah nurut aja sama kamu. Mamah memang menyukainya, tapi mamah sudah mantapkan hati kalau mamah Cuma buat kamu sepenuhnya” “Mamah mau wujudkan fantasi Evan?”, aku mengangguk, walau aku masih memejamkan mata tapi aku tahu bahwa Evan sedang menatap wajahku. Tak ada kata yang keluar dari mulut anakku, yang aku rasakan hanya sebuah kecupan lembut di pucuk kepala lalu mengusapnya dengan lembut dan setelahnya aku di tarik pelan oleh Reni sepertinya untuk turun dari tempatku berbaring. “bersihin muka sama mandi sekalian dulu, bu”, ajak Reni padaku, mataku yang terasa lengket untuk dibuka hanya bisa di tuntun olehnya. Di dalam kamar mandi aku dimandikan seperti anak kecil dan sebenarnya aku menolak, aku ingin mandi sendiri tapi Reni bilang supaya tenagaku tak terbuang jadinya ia saja yang akan memandikanku mulai dari menyabuni seluruh tubuh, membilas hingga menghanduki tubuhku yang basah ini sampai kering kembali dan aku disuruh oleh Reni untuk memakai sebuah stoking model Garter Belt berwarna hitam. Aku sebenarnya agak risih karna belum pernah memakainya dan aku juga tak tau kenapa aku di suruh memakainya, yang Reni kasih tahu bahwa itu adalah permintaan anakku karna hal itu aku menurutinya untuk memakai. Stoking, celana dalam, bra semua yang ku pakai berwarna senada. Aku sekarang berada di ruangan yang berbeda dari ruangan sebelumnya, aku tak tahu Reni tadi membawaku ke kamar yang mana soalnya tadi aku memejamkan mata karna lengketnya peju pak Tirta di wajahku. Fokusku terbagi ketika pintu kamar dibuka dari luar memperlihatkan sosok anakku dan pak Tirta disana sambil tersenyum. Mereka mendekat ke arahku yang kini hanya memakai pakaian dalam saja sambil memuji penampilanku. “Mamah seksi banget seperti ini”, puji Evan sambil meremas pelan kedua payudaraku yang sudah terbungkus Bra hitam berenda. “Bener, bu. Bu Widya kelihatan tambah seksi. Bapak jadi kepingin lagi nih, bu”, pak Tirta meremas bongkahan pantatku dan menabok kecil beberapa kali. Remasan di payudara dan tabokan di pantat membuatku melenguh pelan. Evan memegang daguku seperti akan mencium tapi gerakannya terhenti ketika pak Tirta berseru. “kalo mas Evan nafsu, mas boleh kok pak istri saya” Apa? Istri dia bilang? Jadi Reni ini istrinya pak Tirta? Aku benar-benar terkejut mengetahui fakta ini kalo Reni ternyata istri dari pak Tirta dan Reni juga melihat apa yang tadi suaminya lakukan denganku. Apakah ini memang sudah direncanakan oleh anak dan mereka berdua? Jika memang benar ini sama saja seperti tukar pasangan dong. Aduh, fantasi anakku memang benar-benar nakal. Kulihat Evan memandang pak Tirta dan aku sejenak sebelum ia bergerak mendekat ke arah Reni yang berdiri tak jauh dari kami dan tanpa basa-basi Evan menarik tubuh Reni ke dalam dekapannya lalu bibir mereka langsung saling berpagutan satu sama lain layaknya seorang pasangan tanpa memedulikan ada siapa di sekitar mereka. Lidah mereka saling membelit dan sudah pasti saling bertukar ludah juga karna aku tau dari suara mereka. Tangannya meremas payudara Reni secara acak dan bergantian hingga lenguhan mulai terdengar lalu tak lama Evan menyingkap baju yang di pakai oleh Reni, ia keluarkan kedua payudaranya dan dinikmati secara menyeluruh. Walau bukan kali pertama aku melihat anakku bercumbu secara langsung di depanku dengan perempuan lain, tapi aku masih merasa takjub dan menyimpulkan bahwa seperti itulah gambaran diriku saat bercumbu dengan anakku. “bu Widya pake baju sama roknya”, sedang fokus melihat aksi panas anakku, tiba-tiba pak Tirta menyuruhku memakai pakaian yang ia berikan berupa blouse putih sedikit tipis sehingga saat ku pakai Bra hitamku akan terbayang dari luar. Sementara rok yang ia sodorkan berwarna hitam lumayan pendek membuat kedua kulit pahaku terekspose. “Bu Widya ikutin saya, biarin mereka disini”, ucapnya seolah mengetahui apa yang sedang ku pikirkan. “Mau kemana, pak?” “ke tempat yang bisa buat bu Widya serasa di awan lagi. Hehehe…”, sambil mengulurkan tangannya padaku. Sedikit ragu memang tapi ku terima juga ukuran tangannya itu sehingga aku kini digandeng oleh pria yang baru saja ku kenal dengan meninggalkan anakku yang sudah di kulum kontolnya oleh Reni. Sebelumnya aku kira, aku akan di bawa ke ruangan tempatku dipijat dan dikerjai tadi tapi nyatanya bukan. Aku diajak turun ke lantai satu dan kami berjalan melewati meja resepsionis dan melewati kumpulan pria dan wanita yang duduk di kursi tunggu. Saat kulihat mereka semua memandang ke arahku, terutama mata para pria nya yang seakan-akan menatapku dengan tatapan lapar dan menelanjangiku. Aku dibawa masuk oleh pak Tirta ke ruangan yang terlihat seperti kantor tempat dirinya mengurus semua hal yang berhubungan dengan tempat bisnisnya ini. Saat kulihat ternyata tembok sebelah kanan terbuat dari kaca dan mengarah tepat pada ruang tunggu. Dari penjelasan singkat pak Tirta bahwa kaca tersebut tak dapat dilihat dari luar dan hanya dari dalam saja yang bisa melihat ke luar serta ruangan juga kedap suara. Tanpa kusadari pak Tirta sudah melepaskan semua pakaiannya sehingga tubuh gempalnya dengan perut sedikit buncit itu terlihat jelas lagi di depan mataku. Bahkan batang kontolnya yang tadi sudah mengobok-obok memekku kini terlihat mengacung dengan keras. Aku sudah tau apa yang akan ia lakukan saat ia menghampiri diriku. “bapak sudah ga sabar pengen rasain memek bu Widya lagi dan ibu pasti bakal suka saya genjot sambil lihat orang-orang di luar sana”, bisiknya di telingaku yang mana membuatku merinding geli karna hembusan nafasnya itu. “Tapi anak saya, pak? Dan lagian mereka memangnya benar-benar tak akan melihatnya?”, tanyaku saat leherku mulai di cumbu. “bu Widya tenang saja, seperti yang saya bilang tadi mereka tak akan melihat apa yang terjadi disini dan kalaupun ibu berteriak pun mereka tak akan dengar jadi bu Widya ataupun bapak bebas melakukan apapun disini dan untuk anak ibu… Ga perlu khawatir, ini memang yang anak ibu inginkan” Kurasakan bibirnya kembali bergerak di leherku. Ia cium dan ia cupang di bagian tersebut beberapa kali sambil kedua tangannya meremas gemas payudaraku dari arah belakang. Aku yang masih normal jelas akan mendesah menerima rangsangan seperti itu, bahkan desahanku mengeras disaat remasan tangan pak Tirta diperkuat lagi. Lagian ini permintaan anakku dan karna itu aku juga harus bisa menikmatinya. “susumu memang mantap, bu. Bapak suka banget”, di remasnya dengan gemas sambil menggoyangkan naik turun. “ssshhhhh….pelan aja, pak” “Saya remas kencang juga ga bakal kendur, bu yang ada makin kenceng kaya gini. Nafsu ya juga ya, bu” Selanjutnya tubuhku dibalik sampai aku berhadapan dengannya dan bibirku langsung dilumat habis. Lumatannya membuat aku sedikit kesulitan untuk bernafas karna saking nafsu dan beringasnya ditambah lagi remasan tangannya kuat di payudaraku sehingga nafasku semakin menipis yang kudapatkan. Aku hanya bisa mengeluarkan suara tak jelas saat mencoba untuk memberi tahu pak Tirta berhenti sejenak tapi nyatanya aku tak di beri kesempatan, ia masih saja menyerang bikirku dengan nafsunya. — Sementara itu di salah satu ruangan pada lantai dua. Evan sudah mulai menggenjot memek Reni dengan segenap nafsunya yang menggebu dalam keadaan Reni tiduran mengangkang di atas ranjang. Suara kecipak basah akibat benturan selangkangan mereka terdengar dengan jelas menggema di seluruh ruangan menambah kesah panas persetubuhan mereka yang sedang terjadi. Kedua kakinya di letakan pada pundak Evan dan di genjot menggunakan ritme teratur. PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!! “terusss, nakkk….entot ibu teruuss….aaakkkhhsssss….kontol anak muda memang enak bangettt…ssshhh…”, racau Reni. Karna cukup lama dalam posisi tersebut membuat Evan merasa sedikit bosan dan ia ingin menikmati wanita di depannya itu dengan gaya yang berbeda sehingga ia suruh Reni untuk berposisi menungging memperlihatkan bongkahan pantatnya uang masih terlihat sangat sekal tanpa melepaskan kontolnya dan karna itu Reni melakukannya dengan perlahan saat mengubah posisi tubuhnya. PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!! Evan tampar cukup keras bongkahan pantatnya beberapa kali hingga memerah. Saat di tampar pantatnya itu Reni mengaduh dengan erangan yang terdengar sangat nikmat bercampur perih. Saat itu Reni yang sudah dalam keadaan menungging dengan bajunya masih melekat di tubuhnya hanya saja beberapa kancing bajunya telah terlepas dan membuat bajunya terbuka pada bagian Bra dimana Bra tersebut telah tersingkap menampakkan kulit payudara mulusnya bergelantungan dengan bebas. Pada bagian celana putihnya masih terlihat menyangkut di kaki sebelah kirinya. Celana itu hanya menggantung sebatas lutut menambah kesan erotis saat dilihat dimana pakaian masih melekat di tubuhnya. Pada bagian tubuhnya yang memang benar-benar terlepas baru celana dalamnya yang terlihat sudah ada di lantai. Evan yang memang tak mencabut kontolnya masih terdiam memandang tubuh belakang Reni, pantatnya yang baru saja ia tampar terlihat makin menggoda dengan warna merah yang ia ciptakan. Merasakan gemas, Evan mulai menggerakkan maju mundur pinggulnya dengan perlahan, namun semakin di percepat seiring tusukkan yang Evan lancarkan pada lubang memek Reni. “Aakkkhhhh….sssshhhhh…”, desis Evan menikmati gesekan dinding memek Reni. “Iya…iya teruss, nak…genjot memek ini. Aaaakkkkhhh…akkkkhhhh….jangan pedulikan mamahmu…ibu yakin sekarang mamahmu. Aaakkkhhhh…sssshhhhh….mamahmu pasti lagi di hajar kontol suamiku. Ssshhh….lebih dalam, naakkk…ssshhh…” Semenjak mamah serta suaminya pergi dari ruangan tersebut, mereka mulai mencumbu satu sama lain saling mencari kenikmatan. Bahkan Reni sudah dibuat keluar oleh Evan satu kali saat dirinya di genjot kasar nan cepat oleh Evan dalam kondisi mengangkang tadi. Cairan nya keluar dengan sangat nikmat membuat tempat persetubuhan mereka cukup basah. Sampai sekarang dalam posisi menungging pun cairan putih licin dan lengket yang keluar dari memeknya meleleh di pahanya saat di genjot. Suara kulit paha Evan yang tengah membentur pantat Reni terdengar bersahutan dengan suara desahan dan erangan penuh kenikmatan yang keluar dari keduanya. Aura di ruangan tersebut kian pekat oleh gelora nafsu yang mengobar antara anak muda dengan wanita separuh baya. Memang bukan pertama kalinya Reni merasakan sodokan anak muda dan bahkan apa yang sedang ia lakukan bersama Evan bukan pertama kalinya. Sebelum dengan Evan, Reni sudah beberapa kali merasakan kontol anak muda dan bahkan kontol-kontol selain anak muda pun sudah sering ia rasakan, pelanggan panti. Tapi entah kenapa pengalamannya saat di gagahi oleh Evan terasa berbeda. Yang jelas apa yang Reni rasakan sungguh nikmat dan rasanya ia selalu bernafsu saat menerima setiap sodokan keras kontol Evan. “Teruss sayaanng… terusss…kontolmu enak…ssshhh…”, racau Reni. “aaakkkhhsssss….bu Reni suka kontol ya?” “sukkaa…suka banget. Ssshhhh…” “Pantas saja mirip banget kaya Lonte”, ucap Evan dengan menghujam-hujamkan kontolnya di memek Reni. “Ooouuugghhh…sssshhhhh…iya sayanggg…iya…aku…suka…kontol…aku suka jadi Lonte kaya gini. Aaakkkhhsssss…dan mas Tirta mengizinkanku…kamu juga harus ijinkan sayang….ooohhh…yahhh teruussss….”, Racau Reni dengan perkataan yang terputus-putus akibat rasa nikmat dari gesekan kontol Evan. “ijinkan mamahku buat apa, bu?” “Hheegggghhhh….hheegggghhhh….ijinkan mamahmu kalo…kalo dia mau jadi Lonte juga. Aaakkkhhsssss….nikmat….nak banget kontolmu, sayaanng…sssssshhhh….”, Evan tak menjawab ucapan Reni yang disertai erangan nikmat itu, Evan justru malah menghujamkan kontolnya lebih dalam dan cepat. Karna gerakan Evan tersebut membuat Reni makin belingsatan eh nikmatnya g ditimbulkan itu. Erangan serta desahannya makin terdengar keras dan tangannya sebisa mungkin meremas kain yang ada di depannya menahan rasa nikmat yang sedang ia terima, namun nyatanya hal tersebut tak berefek sedikit pun, Reni malah dibuat semakin gila. “aaakkkhhsssss….sayaanng…mau keluar lagiihhh….”, Reni mulai mengerang dengan nikmatnya menahan semua perasaan dan nikmat yang ada sampai bola matanya terbalik hanya memperlihatkan putihnya saja, kepala menengadah dengan mulut terbuka ketika dinding memeknya berdenyut saat menyemburkan cairan orgasme untuk kedua kalinya. CRET!!! CRET!!! CRET!!! “AAARRRGGGHHHHH…..SSSSHHHH…..”, Erang Reni. Namun saat Reni mendapatkan kenikmatannya, Evan bukannya menghentikan sejenak genjotannya untuk memberi waktu, ia malah menambah kecepatannya dalam menghentakkan kontolnya menabrak dinding rahim Reni sampai mentok dan akibatnya Reni dibuat terkapar oleh Evan dimana Reni sudah tak kuat lagi menahan posisinya sehingga posisinya kini tersungkur di ranjang tapi bagian pantatnya masih terangkat di sodok oleh kontol Evan dengan cepat. Reni terlihat kepayahan saat mengimbangi permainan Evan tapi ia tak bisa mungkin karna faktor umur diaman Evan yang masih anak muda sehingga staminanya kuat dan juga nafsunya selalu menggebu. “aaakkkkkkhhhh…Aakkkhhhh…udah mau keluar apa belum? Ssshhhh…..”, Reni meringis-ringis menahan nikmat sekaligus ngilu karna saat orgasme sampai selesai dirinya tetap saja di genjot. — “Buka mulutmu, bu…”, dengan santainya pak Tirta menyuruhku membuka mulut dan mungkin karna aku melakukannya secara pelan membuat pak Tirta gemas, ia langsung menggunakan tangannya buat membuka mulutku. Setalah terbuka tanpa permisi lagi pak Tirta memasukkan kontolnya ke dalam mulutku sampai mentok ke tenggorokan. Rasanya ingin mutah saja karna sodokan keras itu apalagi ia melakukannya dalam satu dorongan penuh dan mulai menggerakkannya untuk maju mundur menikmati hangatnya mulutku ini. Aku ingin melepaskan mulutku dari kontolnya karna nafasku serasa tercekik dibuatnya, tapi gerakanku di tahan kedua tangan pak Tirta supaya tetap berada di selangkangannya. “kenapa mau dilepas, bu? Saya pengen cicipi rasanya kontol saya sodok mulut bu Widya lagi nih”, ucapnya seakan-akan perbuatannya itu tak ada masalah sama sekali. Ini mulutku pak, buka memekku jadi tolong beri aku waktu untuk bernafas sebentar. Dasar pria mesum, karna kemesumannya itu aku tak bisa lagi menggerakkan kepalaku selain bergerak maju mundur menelan kontolnya. Rasanya sangat keras menyodok tenggorokanku ini sampai beberapa kali ingin muntah tapi tak bisa karna selalu tertahan oleh batang kontolnya. Yang keluar dari mulutku hanya suara lenguhan tertahan dan air liur berbusa saja dan dengan terpaksa aku mulai melakukan gerakan mengisap di dalam sana supaya pria ini cepat mencapai klimaksnya. Kalau memang tak sampai klimaks aku harap ia akan mau berganti posisi untuk tidak lagi memakai mulutku terlalu lama. “Mmmpppfff….Mmmpppfff…”, suaraku benar-benar tak bisa keluar dengan jelas karna kontolnya ini yang selalu keluar masuk tanpa memikirkan bagaimana sulitnya aku untuk bernafas. “Ngomong apa, bu? Ga jelas loh”, ya jelas ga jelas lah, orang bapak sumpal mulut saya ini pake kontol. Pak Tirta benar-benar memakai mulutku seperti ia sedang memaki lubang memekku. Kontolnya terus saja keluar masuk di mulutku ini tanpa henti. Aku…aku benar-benar ingin muntah dibuatnya apalagi rambut kemaluannya menempel di wajahku ini. Aku memang tak kehabisan nafas, hanya saja sangat sulit untuk bernafas, yang bisa aku hirup hanya sedikit-sedikit sehingga paru-paruku harus bekerja dengan keras mencari stok udara. “Sssshhhhh….enak banget mulutnya, bu. Saya salut ibu masih bisa bertahan. Udah banyak ya kontol yang pernah masuk ke mulut bu Widya ini. Ssshhhh….enaknya….ssshhhhh….”. Air liurku yang sudah berubah menjadi busa ini jatuh secara perlahan diatas kulit payudaraku ini dan kedua payudaraku yang sudah keluar dari tempatnya hanya bisa terombang-ambing seraya gerakan tangan pak Tirta menuntut untuk selalu bergerak. “Daritadi kok bu Widya ngomongnya ga jelas sih?”, aku tatap wajahnya yang tengah tersenyum melihat kepalaku yang bergerak maju mundur melahap kontolnya. “ibu suka ya? Tanpa anak ibu yang minta pun sebenarnya bu Widya suka di perlakukan seperti ini kan?”, aku tak menjawabnya dan ucapan pak Tirta juga ada benarnya bahwa aku suka hal seperti ini sekarang. Tak menjawab bukan hanya karna susah tapi aku memang tak mau menjawabnya. Walaupun aku menyatakan bahwa aku suka tapi aku tak mau melihatkannya secara langsung kepada pria yang baru saja aku kenal ini. Aku masih harus menjaga rasa suka ini dan aku tak mau pak Tirta tahu bahwa Evan mempunyai ibu yang sangat binal sepertiku karna dia anakku dan aku mulai mencintainya sebagai lawan jenis. Mungkin karna melihat payudaraku menganggur tengah bergoyang, pak Tirta memindahkan satu tangganya ke bawah untuk meraba serta meremas gemas payudaraku ini secara bergantian dimana remasan nya itu membuatku merasa geli dalam nikmat lagi. Oh, enaknya rangsangan ini sampai aku sendiri merasakan bahwa kedua putingku mengeras dan kedua payudaraku semakin mengencang akibat nafsu ini. Remasan demi remasan tangan pak Tirta di kedua payudaraku membuatku mengencangkan sedotan mulutku untuk kontolnya dan mungkin akibat sedotanku itu membuat pak Tirta merasa kenikmatan dengan apa yang ku lakukan ini sehingga ia menarik putingku cukup keras lalu mengoyongkannya secara acak dan aku meronta sampai rontaanku itu membuat kontolnya bisa sedikit akan terlepas dari dalam mulutku. “Aaakkkkkkhhhh!!!!”, akhirnya suara jeritanku ini bisa lolos dengan jelas setelah sekian lama selalu tertahan. “Haakkiittt, pakk….golok…Glok.. Glok…”, kembali kontolnya masuk seperti semula. “sakit apa enak, bu? Kalo saya sih malahan enak. Hehehe…” Jawaban macam apa itu? Jelas bapak suka lah. Saat mendengar jawabannya itu aku sedikit kesal tapi walaupun aku merasa kesal, di dalam lubuk hatiku aku menerima setiap sodokannya di dalam mulutku ini. Ya walau sodokannya membuatku ingin muntah rasanya karna terlalu dalam dan kasar. Jika saja pak Tirta menyerahkan sepenuhnya kendali padaku, aku juga akan melakukannya dengan gerakan yang aku bisa tentunya dan aku juga tak akan melakukannya terlalu dalam karna itu menyiksa. GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Gerakan tangan pak Tirta di kepalaku membuat aku tak sadar mulai mengeluarkan air mata. Bukan karna menangis tapi karna menahan rasa ingin muntah ini. “Wah, kok nangis sih? Apa bu Widya suka yang kasar-kasar kaya begini, bu? Kalo ibu suka saya dengan senang hati bakal kasih pelajaran ke bu Widya ini karna saya juga suka”, masih seperti tadi untuk menutupi rasa suka ini aku menjawab dengan menggelengkan kepala. “Nih, bu makan kontolku. Makan sampai bu Widya kenyang”, ucapnya dan yang aku rasakan sodokan kontolnya semakin dalam. Astaga kenapa masih bisa masuk lebih dalam? Aku benar-benar tak kuasa menerima perlakuan ini antara tersiksa namun sekaligus merasa suka dalam kenikmatan. GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! “hari ini kontol saya ini buat bu Widya. Silahkan makan sampai kenyang, bu. Aaakkkhhsssss….gimana rasanya kontol saya, bu? Enak kan, sampe merem melek gitu loh” Pak Tirta terus saja menyodokkan kontolnya dan beberapa kali menahannya saat masuk dalam di mulutku. Ia tahan beberapa detik dan mungkin sampai lima detik baru baru ia hentikan tapi tanpa mencabutnya karna ia terus saja mengacak-acak mulutku ini. Aku memandang kembali ke arah pak Tirta dimana pandangan yang aku berikan ini mempunyai makna bahwa aku meminta pak Tirta memberiku waktu sebentar untuk bernafas dengan bebas. Ku tatap wajahnya yang sedang keenakan itu dengan tatapan sayu. Dia hanya tersenyum dan membenamkan kontolnya di dalam mulutku serta menahannya kembali sehingga wajahku menempel di rambut kemaluannya. Baunya sungguh sangat khas bisa aku cium. PUAH!!! Akhirnya di lepas juga kontolnya itu sehingga aku langsung terbatuk dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Sisa liurnya yang tersisa dengan bebas terjatuh ke lantai. “gimana rasanya pas kontolku saat keluar masuk tadi, bu? Enak kan di entot mulutnya pake kontol?”, aku masih terduduk dengan mulut yang terbuka mencari udara untuk aku hirup. “Salah satu gunanya mulut selain buat ngomong, makan, mulut ibu juga punya kegunaan lain yaitu buat di sodok pake kontol” Panas juga telingaku mendengar ucapan nya itu dan apakah ini yang namanya masokhis dimana orang di kasari dan di lecehkan malah menikmatinya? Aakkkhhhh!!! Kenapa aku suka hal seperti ini. Saat sedang sibuk dengan pikiranku sendiri dan sibuk mengisi paru-paruku dengan udara, daguku di angkat oleh pak Tirta serta menyuruhku untuk membuka mulutku lagi. Aku sedikit was-was jika pak Tirta akan memasukkan kembali kontolnya tapi anehnya aku malah tetap menuruti untuk membuka mulutku. CUH!!! CUH!!! Aku tak percaya kalau pak Tirta akan meludahi mulutku ini. Ooogghhh…kenapa aku diam saja saat mulutku harus menerima beberapa ludahnya yang di buah ke mulutku ini dan aku merasa tak tersinggung sedikit pun dengan pelecehannya itu padahal sudah jelas harga diriku sedang di tekan ke bawah olehnya. “Ibu suka kan saya ludahi? Kalo suka telan sampai habis dong, masa sudah saya kasih malah dibuang lagi sama bu Widya?” GLEK!!! GLEK!!! Gila aku menelannya dengan cepat seperti memang aku menginginkan ludahnya. “nah gitu dong, bu bari namanya Lonte yang penurut”, kurang ajar baru kenal sudah memperlakukanku seperti itu serta sudah menikmati tubuhku dan bahkan kini dia meludahi mulutku sambil mengatakan bahwa aku Lonte penurut. “Ludahi mulutku lagi, pak”, astaga kenapa dengan pikiranku ini? “bu Widya suka kan?”, tanyanya sambil mengusap pipiku dengan lembut. Hal yang aku pertahankan sejak tadi akhirnya tak bisa aku tahan dan aku mengangguk dengan lemah menjawab pertanyaannya itu. Ludah yang ia berikan seperti sebuah hadiah saja buatku. Maafkan aku mas karna Adek sudah jadi ibu yang gagal dan semoga mas ga lihat Adek sekarang dari atas sana karna Adek ga mau mas lihat Adek di lecehkan dan di permalukan seperti ini tapi Adek malah menyukainya. “nah karna bu Widya suka dan nurut, bapak bakal kasih hadiah lagi buat bu Widya. Buka mulutnya lagi, bu”, aku membuka kembali mulutku ini untuk menerima ludahnya yang akan masuk ke dalam mulutku lagi. Kembali mulutku di ludahi olehnya dan aku harus menelannya. Di ludahi lagi dan kembali ku telan. Aku mendapatkan dan melakukan hal tersebut beberapa kali hingga pak Tirta merasa puas meludahi mulutku. Pak Tirta menundukkan badannya hingga sejajar denganku lalu kedua payudaraku ia remas dan ia mainkan seperti sedang memainkan sebuah balon berisi air yang ia goyangkan ke kanan, ke kiri, ia remas lalu ia pilin putingnya sampai aku menggeliat kegelian bak cacing yang kepanasan diatas tanah. Tangannya memainkan kedua payudaraku dengan berbagai cara dan gara-gara permainannya itu aku sempat ingin mendesah keenakan. “indah banget susunya, bu. Kok bisa semantap ini sih, bu? Sering di mainin sama orang-orang ya? Wah bu Widya nakal banget berarti” “Eeeeeggghhhh….”, lenguhku keluar saat kedua tangan pak Tirta meremas payudaraku tapi kedua putingku berada diantara jarinya lalu dijepit. “Enak ya, bu? Bu Widya memang benar-benar Lonte ya. Baru saya giniin aja udah keenakan. Murahan banget kamu, bu” “sekarang coba bapak isap susunya” “Eeegggghhhhhh….”, lenguhku ketika mulutnya mencaplok puting dan mulai menyedot serta memainkan dengan lidahnya. Rasa geli mulai menyerang kembali dan kali ini merambat melalaui payudaraku ini. Saat ku coba perhatikan pak Tirta yang tengah menikmati serta memainkan payudaraku ini, aku melihat bahwa kontolnya masih berdiri dengan kerasnya, beberapa kali terlihat mengangguk-angguk seperti meminta untuk ku puaskan lagi menggunakan mulut ataupun menggunakan memekku secara langsung. “ssllluuurrrppp…slluurrpplp….putingnya gemesin banget, bu. Enak banget pokoknya susu ibu ini, udah enak nantangin buat di remas pula. Tangan bapak jadi gatal” PLEK!!! PLEK!!! PLEK!!! Aku mengerang ketika kedua payudaraku di tampar olehnya sampai kurasakan payudara ini bergoyang akibat tamparannya itu. Pak Tirta menampar payudaraku empat kali sebelum ia melumat bibirku beberapa saat dan ia kembali berdiri sambil ia memegangi kontolnya yang ia arahkan ke bibirku. “Puaskan kontol saya ini pake mulutmu lagi, bu. Kontolku pengen sodok mulutmu lebih dalam lagi katanya”, sambil ku lihat kontolnya mangut-mangut mengenai bibirku. Kubuka mulutku ini dan kontolnya langsung ia lesakkan masukkan dalam mulut dan memaju-mundurkan pinggulnya dengan kedua tangannya kembali memegangi kepalaku seperti tadi. “rasakan kontolku ini, bu. Rasakan kontol yang tadi udah ngentotin memekmu di depan anak kandungmu sendiri. Hayo….Hayo makan semuanya Lonte!!! Rasakan kontol yang sebentar lagi bakal sodok memekmu sampai mengerang keenakan”, gaya sekali orang ini, padahal jauh lebih enak kontol anakku. “Mppphhhfff…”, Suaraku tak bisa keluar dengan jelas lagi karna telah tersumpal oleh kontolnya. GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Aku hanya diam saja menerima semua perlakuan pak Tirta yang jelas-jelas sedang menginjak-injak harga diriku ini karna aku menyukainya. Bukan menyukai orangnya tapi menyukai sensasi serta rasa nikmat yang aku dapatkan ini dan ku rasakan juga kali ini rambutku yang sudah tergerai indah ini di remas olehnya untuk membantu sebagai pegangan memaju mundurkan kepalaku. CUH!!! CUH!!! Kembali aku di ludahi oleh pak Tirta namun kali ini bukan di mulut karna mulutku sedang terisi kontolnya melainkan wajahku, ya wajahku ini yang ia ludahi. Oh, aku merasa seperti sudah tak punya harga diri lagi sebagai wanita di depan orang ini. Aku hanya seperti pelacur jalanan yang sudah tak ada harganya. “Widya, kamu di besarkan dengan kasih sayang yang besar oleh kedua orang tuamu. Orang tuamu juga membesarkanmu dengan jeri payah. Kamu juga menikah dengan pria yang baik pula serta mereka selalu menghormatimu sebagai anak dan juga perempuan. Tapi kenapa kamu mau-maunya di permalukan dan dilecehkan seperti ini oleh orang yang baru kamu temui? Kamu memang Pelacur, kamu memang Lonte Widya”, batinku mengatai diriku sendiri akan kondisi diriku saat ini yang memang seperti itu. Remasan pak Tirta di rambutku terasa menjadi sebuah jambakan dimana rambutku kini ditarik olehnya ke belakang sehingga kepalaku ikut tertarik dan kontolnya terlepas dari mulut ini. “ngemut kontol saya sampai segitu nya. Suka kontol ya? Suka jadi Pelacur ya?”, lecehnya terus-terusan menjatuhkan harga diriku. “Katai aku yang lebih lagi, pak. Aku memang Pelacur”, batinku berteriak menginginkan pelecehannya lagi. Bibir serta wajahku di pukul oleh kontolnya dan menyuruhku untuk membuka mulut lagi. Aku kembali harus melayani nafsunya dengan mulut. Jujur saja mulutku sudah merasa pegal karna harus terbuka menerima setiap sodokan yang diberikan. Pak Tirta menyerang mulutku seperti sebelumnya diaman ujung kepala kontolnya ia tekan masuk sampai ke tenggorokan dan hal itu yang sama sekali belum membuatku terbiasa karna setiap pak Tirta melakukan hal tersebut aku masih merasa ingin muntah dibuatnya. Beberapa kali ingin muntah membuatku tersedak dimana air liurku ikut keluar dari hidung dan air mataku kembali mengalir. “Aaakkkhhsssss…..mulutmu memang yang terbaik, bu. Memang pantas banget mulutmu buat pembersih kontol. Sssshhhhh…..oouuggghhhhh…” Mulut dan tenggorokanku tiba-tiba penuh sesak dijejali oleh batang kontol pak Tirta dan saking dalamnya ia tusukan kontolnya itu sampai tertanam ke tenggorokanku. Rasanya aku sangat susah untuk bernafas dan tentunya tenggorokanku merasakan sakit. Bagaimana tak sakit, ibarat makan pisang Ambon secara utuh tapi tanpa aku kunyah terlebih dahulu. Pak Tirta menahan kembali kontolnya di dalam mulut serta tenggorokanku ini dan ia tahan lebih lama dari sebelumnya sehingga membuatku kelabakan karna mulai kehabisan nafas. Walau aku tau jika pak Tirta melihat apa yang sedang terjadi padaku, dia tetap saja menahan kepalaku. Aku yang mulai panik karena tak bisa bernafas buru-buru memukul-mukul paha serta tangannya yang sedang menahan kepalaku ini, berharap pak Tirta mau melepaskan genggaman tangannya itu. Baru kali ini aku merasakan panik saat di Setubuhi orang, maksudnya panik saat aku sudah menikmati semuanya. Jika panik karna di perkosa dulu sih beda. Walau aku meronta tapi sepertinya apa yang aku lakukan itu percuma saja karna semakin aku meronta untuk melepaskan kontolnya dari mulutku justru pak Tirta semakin dalam pula kontolnya masuk ke dalam. Sungguh, sungguh rahangku semakin terasa pegal. “Tolong lepaskan duku, pak. Aku bisa mati kehabisan nafas kalo seperti ini”, batinku mencoba ikut memohon. “Enak banget mulut kotormu ini, bu. Ssshhhh…Aaaakkkkhhh….”, Desah nikmat pak Tirta sementara aku sebagai pemilik mulutnya malah sedang tersiksa. “saya bakal lepasin, tapi nanti saya bolehkan pake pantatnya?” Pantatku sudah tak perawan lagi bahkan sudah beberapa kali dipakai dan karna aku tak mau tersiksa seperti ini terus maka jalan yang harus ku pilih akan memperbolehkan pria ini menikmati pula lubang sempitku yang lain. Aku mengangguk dan saat mengangguk akhirnya pak Tirta memenuhi janjinya untuk melepaskan kontolnya dari mulutku. “Uhuk…Uhuk….Uhuk…”, aku terbatuk tak terkontrol dengan dibarengi nafasku yang sudah tak karuan. Dadaku naik turun mencari udara segar dan detak jantungku sudah sangat berantakan. Sementara kulihat pak Tirta sedang mengocok kontolnya yang sangat basah oleh air liurku itu dan ekspresi wajahnya yang tergambar bahwa pak Tirta menikmati keadaanku ini. Sialan memang aku seperti mainan saja di depan pria ini. Mainan yang ia permainkan sesuka hatinya. “hhaaahhhh….hhaaahhhh….bapak apa-apaan sih? Bisa pingsan aku kalo di gituan terus, bahkan kalo sampai saya mati gimana karna kehabisan nafas?”, ucapku dengan nafas yang masih berantakan. “mama mungkin saya biarin wanita seperti bu Widya ini mati. Sayang kan mulut, memek sama lubang lainnya kalo ga di manfaatin dengan baik” “Tapi tetap saja pak…” “Tetap saja gimana, bu? Tetap saja bu Widya suka maksudnya?” “cepat selesaikan saja, pak. Katanya tadi mau pake pantat saya? Cepat lakukan, saya mau ketemu anak saya soalnya” “Ga usah buru-buru gitu, bu. Anak ibu juga pasti sekarang lagi main kuda-kudaan sama istri saya jadi ibu nikmatin aja main kuda-kudanya sama saya. Hehehe…” “Terserah bapak ajalah, tapi cepetan lakukan” “Tapi sebelum saya pake pantatnya, saya mau bu Widya Sepongin kontol saya lagi sampai keluar habis itu baru deh saya genjot pantatnya” “gimana sih, pak tadi katanya mau pake pantat tapi kenapa mulut saya lagi. Mulut saya udah pegal dari tadi di isi sama kontol bapak” “Tenang aja, bu. Saya ga bakal entotin mulut bu Widya lagi. Saya bakal serahin semua kendali sama ibu jadi dengan kata lain ibu yang harus puasin kontol saya pake mulut ibu itu. Saya diam kok ga bakal kaya tadi, gimana?” Aku berpikir sejenak mencerna perkataan pak Tirta itu dan meneliti raut wajahnya apakah ada dusta lagi atau tidak, namun semakin aku memikirkannya aku malah menjadi tak tahan sendiri merasakan momen di mana pantatku di masuki oleh sebuah kontol lagi karna Evan sangat jarang melakukannya. Mungkin dengan Evan penggambarannya 10 kali bersetubuh hanya 1 kali ia lakukan anal seks terhadapku. Setelah dipikir , aku mendorong tubuh pak Tirta sehingga ia kini duduk di kursi demgan kontolnya uang mengacung dengan tegak tepat di depanku lalu aku menangkapnya. Menggunakan tangan lembutku ini aku mulai langsung dengan cepat untuk mengocok kontolnya, berharap pak Tirta cepat mendapatkan klimaksnya sehingga ia segera bisa memulai untuk menyetubuhiku secara asli lewat pantatku. Bukan hanya gerakan mengocok yang aku lalukan, aku juga menyedot memasukkan kembali kontol tersebut ke dalam mulutku dan ku sedot kuat-kuat sambil sesekali ku jilati lubang kencingnya supaya pria tersebut merasakan nikmat bercampur geli sehingga akan cepat klimaks. “ssllluuurrrppp…ssllluuurrrppp…ssllluuurrrppp…”, servisku sambil ke tatap wajah pak Tirta dari bawah dimana aku tengah mengulum kontolnya. “Ugggghhhh….ssshhhhh…enak banget bu. Ternyata bu Widya pintar juga. Udah berapa kontol, bu yang pernah ibu puasin?”, aku mendengus mendengar pertanyaannya itu tanpa menghentikan aktivitasku membuatnya segera klimaks dan justru perkataannya itu membuatku memperkuat sedotan serta kocokkan mulutku. “Aaakkkkhhhhss…..gila enak banget. Cepet keluar kalo kaya gini deh. Ssshhhhh….pelan-pelan aja, bu. Oouuggghhhhh….bisa keluar saya. Ssshhhhh….”, bodo amat, tujuanku memang supaya bapak keluar dengan cepat. Erangan pak Tirta itu membuatku mempunyai ide baru yaitu aku akan menggodanya lagi supaya pria ini cepat keluar mencapai klimaksnya dan mulutku nantinya tak akan pegal lagi untuk memuaskan kontolnya. Karena aku juga ingin di puaskan, memangnya kau saja pria buncit. Dalam keadaan mulutku mengocok dan menyedot kontolnya aku tersenyum dan melepaskan sejenak kontolnya itu dari mulutku. “masa di sepong aja udah mau keluar”, godaku sambil mengedipkan mata. Astaga binal sekali aku ini sampai berani menggodanya bak perempuan murahan. Setelah mengatakan hal itu, aku kembali memasukkan kontolnya. “Aaakkkkhhhhss….sialan ini Lonte. Ssshhhhh….” Aku terus saja merangsang batang kontolnya dengan mulut dan lidahku ini hingga beberapa saat kemudian aku merasakan bahwa tubuhnya mulai bergetar seperti menahan sesuatu yang sudah tak dapat ia bendung lagi. Sesuai dugaanku bahwa pak Tirta akan segera berhasil ku buat klimaks. Saat sedang aku gerakan mulutku ini, pak Tirta memegang kepalaku lagi. Apa ini? Pikirku karna dia bilangnya tak akan melakukan hal kasar seperti tadi tapi nyatanya ia akan kembali memaksa kepalaku sesuai kehendaknya. Tapi saat ku pikir biar saja lah, lagian dia juga melakukannya karna akan klimaks. Kepalaku kembali dipegang oleh pak Tirta dan tangannya kembali memaksa kepalaku untuk bergerak lebih cepat dan dalam ke arah selangkangannya sehingga ujung kepala kontolnya kembali menghantam tenggorokanku. GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! “Rasakan ini, bu. Siapa suruh buat saya mau keluar begini. Rasakan ini mulut Lonte. Aaaakkkkhhh…ssshhhhh…”, kepalaku dipaksa untuk bergerak dengan cepat. Gerakannya bertambah semakin cepat saat kontolnya ku rasa semakin terasa panas di dalam mulutku dan semakin membesar pula. Pak Tirta mencabut kontolnya yang sudah siap menyemburkan cairan putihnya itu dan ia kocok tepat di depan wajahku yang cantik ini. Ia kocok kontolnya sendiri dengan cepat sambil satu tangannya menjambak rambutku supaya wajahku tetap mengadah ke atas. “Aaakkkhh….wanita Lonte… Sssssshhhh…sekarang buka mulutmu, bu. Saya pengen pejuhin wajah murahanmu itu. Ssshhhh….” “Aaaakkkkhhh!!!”, Erangku karna rambutku ini ditarik ke belakang oleh pak Tirta sehingga buka hanya wajahku yang mengadah ke atas tapi mulutku juga terbuka. CROT!!! CROT!!! CROT!!! Sekitar tujuh kali semburan peju hangat segera meluncur deras menerpa kulit wajahku ini dengan sangat banyak jumlahnya. Rasanya sungguh hangat dan terasa lengket pula dan baunya pun sangat khas. Ia semprot wajahku menggunakan peju nya tapi ada juga yang masuk ke dalam mulutku karna mulutku sedang terbuka. Selama beberapa menit setelah aku membuat pak Tirta klimaks, aku mulai mengocok kontolnya yang terlihat mulai bangkit lagi dan ia juga memandangi ku dengan tatapan yang masih memancarkan sebuah kelaparan. Aku tahu bahwa pria ini tipe orang yang gampang terangsang akan wanita dan apalagi wanita uang emang memenuhi kriterianya sebagai pemuas dan wanita itu sepertiku ini. Ku cokok terus kontolnya dan aku usapkan juga beberapa kali ke payudaraku dan aku jepit juga di tengah-tengah. Ternyata berhasil usahaku dimana kontol pak tirta sudah keras kembali di jepitan kedua payudaraku ini dan sebuah pujian kotor aku dapatkan dari mulutnya. “Pintar juga buat kontol saya ngaceng lagi. Bu Widya ga sabar pengen saya entotin ya?”, aku tak menjawab, yang aku lakukan justru meremas keras kontolnya sehingga membuat pak Tirta mengaduh kesakitan. “Jangan marah dong, bu. Iya-iya….sekarang ibu nungging biar saya mulai hajar pantatnya”, ucapnya membantuku berdiri tapi bukan tanganku yang ia tarik melainkan kedua payudaraku yang ditarik. Aku yang sudah tak peduli lagi dan yang kuinginkan hanya balasan kenikmatan karna aku sudah memuaskannya, aku dengan nafsu yang sudah di ubun-ubun segera memosisikan tubuhku untuk menungging sambil tanganku berpegangan pada meja kerja pak Tirta. Aku sudah seperti anjing betina yang sudah siap untuk dibuahi oleh pejantannya dengan sebelumnya rok hitamku sudah disingkap oleh pak Tirto sampai batas pinggang sehingga menampilkan kondisi diriku yang menungging memakai Garter Belt masih dengan celana dalamku yang melekat rapi menutupi memekku. Sebelum membuka lebar kedua kakiku, pak Tirta menarik celana dalam yang aku pakai hingga sobek. Kondisiku yang tengah menunggingkan pantat membuat memekku yang merekah sudah basah bisa terlihat jelas oleh mata mesumnya. Dengan satu tangan ia menyibakkan bibir memekku lebar-lebar, memamerkan lubang kenikmatannya yang sudah berwarna merah dan berlendir ini. PLEK!!! PLEK!!! Di tepuknya memekku dengan tangannya membuat suara basah pada memekku terdengar jelas. “Saya entotin memeknya dulu gimana, bu? Habis itu kalo saya mau keluar baru saya masukin ke pantat dan saya keluarin di dalamnya juga”, tanyanya masih menepuk-nepuk memekku. “terserah bapak aja, asal jangan keterusan dan buang di memek saya. Nanti bakal saya bilangin sama anak saya” “siap, Lonteku” Kali ini bukan tangannya yang menepuk memekku tapi digantikan oleh kontolnya dan beberapa kali juga ujung kepala kontolnya di gesekkan pada bibir memekku dan menekanya secara perlahan seperti sedang memastikan lubang memekku muat atau tidak dengan kontolnya. Padahal sudah jelas muat, punya Evan aja yang lebih besar muat apalagi punyamu, pak. “Mana yang harus saya entotin dulu, bu?”, tanyanya masih melakukan gerakan yang sama dimana hal itu mampu mempermainkan birahiku. “Memekku, pak. Entot memekku”, bodo amat, lagian aku bersikap sok alim pun pria ini sudah memanggilku Lonte, Pelacur dan sebagainya. “Pelacur ya? Lonte ya? Murahan banget sih sampe minta memeknya saya entotin”. Bajingan aku benar-benar di permainkan. PLAK!!! PLAK!!! Pantatku kembali ia tampar sampai aku mengaduh perih dibuatnya. “PLAK!!!! NAKAL!!! PLAK!!! MEMEK LONTE!!! PLAK!!! PELACUR BINAL!!!” Sial, bukannya pak Tirta menghentikan tamparan tangannya ia malah berulang kali menampari pantatku ini mungkin sampai berwarna merah sekarang karna yang aku rasakan pantatku kini panas. “udah dong, pak. Katanya mau entotin saya kenapa malah namparin pantat saya terus. Sakit tau” “maaf, bu habisnya pantat ibu bikin gemas sih. Udah bulat, putih, mulus, padat lagi. Nantangin banget buat saya tampar”, celotehnya dengan seenak hati mengomentari tubuhku ini. “yaudah, siap-siap, bu bakal saya tusuk memeknya” Dengan perlahan ujung kepala jamurnya mulai ia arahkan di lubang memekku dan ia mulai menekannya masuk secara perlahan sampai, “aaakkkkkkhhhh….”, lenguhan kami terdengar bersamaan saat kontol pak Tirta tertanam sempurna di dalam lubang peranakanku. Masuknya kontol pak Tirta membuat dinding kewanitaanku bereaksi dengan mengedut di dalam sana meremas batang kontolnya. Aku yakin pria tua itu menikmati kedutan yang ditimbulkan oleh dinding memekku ini. Aku melakukannya beberapa menit dan selama itu pak Tirta masih saja diam meresapi pijatan nikmat yang sedang aku berikan dan karna aku sendiri sudah tak tahan lagi, aku memintanya untuk segera di mulai dan ternyata pak Tirta menuruti kemauanku tapi….oouuggghhhhh…rasanya tubuhku seperti tersengat listrik disaat memekku ini langsung dihajar dengan cepat olehnya. Mungkin karna mendengar rintihan yang keluar dari mulutku ini, pak Tirta semakin bernafsu membuatku merintih dan mengerang lebih keras lagi. Dengan sekuat tenaga pak Tirta menghajar memekku dengan gerakan brutal. Aaakkkhhhh…kasar sekali pria tua ini, tapi rasanya semakin nikmat ku rasa. “Ooouuugghhh….bisa juga rasain memekmu lagi Lonte. Kayaknya saya memang harus berterima kasih sama anakmu, bu. Sssshhhhh….sudah memberi kesempatan bapak buat ikut rasain tubuhmu ini. Sssshhhhh….” Baru saja memekku di hujam keras oleh kontol pak Tirto aku kembali teringat akan Evan dan saat ku lihat jam pun sudah lewat satu jam, itu harusnya anakku sudah selesai bersama Reni. Dalam keadaan menungging dan tengah di sodok dari belakang oleh pak Tirta, aku meminta padanya untuk meminjam telepon di meja kerjanya itu. Sempat ia bertanya untuk apa aku menggunakan telepon dan ku jawab untuk menelepon anakku. Tubuhku terdorong maju mundur mengikuti gerakan selangkangan pak Tirto, aku memencet beberapa nomor dan menunggu jawaban dari anakku. Telepon terangkat dan aku melihat dari kaca transparan di depanku ini bahwa Evan sudah turun dari lantai dua dan berjalan duduk di salah satu bangku tunggu. Posisi duduknya tak terlalu jauh dari kaca ruangan pak Tirta dimana dibalik kaca itu aku sedang digenjot. “Mamah dimana sama pak Tirta? Tadi saya tanya bu Reni dia juga ga tau pak Tirta ajak mamah kemana. Apa pak Tirta masih pake mamah?” “Iyaaahhh…Iyaaahhh, nak… pak Tirta masih belum keluar ini. Sssshhhhh….aaakkkkkkhhhh….” “mamah dimana sih?” “kamu tunggu aja, nak. Sssshhhhh….nanti kalo bapak sudah selesai genjot memek mamahmu ini. Sssshhhhh….bapak bakal balikin kok. Bentar lagi, tunggu aja. Sial enak banget memekmu, bu. Ssshhhhh….”, ucap pak Tirta dengan dengan mendekatkan mulutnya di telingaku. Pak Tirta makin bernafsu menggenjotku dan ia kini sambil menarik rambutku dari belakang, menjadikan rambutku sebagai tali kekang pada sebuah kuda, bukan kuda pacu dalam perlombaan tapi kuda binalnya dengan mengataiku sebagai Lonte nya. PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!! Suara yang ditimbulkan oleh persetubuhan panas kami menggema di ruangan ini dan tentunya bisa di dengan jelas oleh Evan karna telepon masih tersambung. Evan hanya diam mendengarkan. Namun karna aku masih tak tega jika dia harus mendengarkan mamahnya ini tengah mengerang di genjot kontol orang makanya aku pilih untuk mematikan saja. Beberapa kali kulihat ada telepon yang masuk dan itu tentunya dari Evan tapi aku tak mengangkatinya dan begitu pula dengan pak Tirta yang ingin mengangkatnya tapi langsung aku cegah. “Aaakkkhhhh….Aaaakkkkhhh….”, desahku. “gimana, bu kontol saya nikmat ga?” “Iyaaahhh….nikmat, pak. Eennnaakkkk….sssshhhhh…hajar terus memek lonte ini. Ssshhhh….” “rasakan kontolku ini, Lonte!!!” “Teruss paakkkhhh…. Entot terus memekku in. Ssshhh… teruss..”, aku sudah mulai bisa larut oleh kenikmatan yang di suguhkan oleh pak Tirta dengan kini aku mulai meremas kedua payudaraku sendiri dengan keras untuk meredakan kenikmatan ini. Saat aku sedang keenakan akan sodokan kontolnya, pak Tirta malah menarik keluar kontolnya. Aku kesal dan ingin memintanya untuk dimasukkan kembali, namun belum sempat aku meminta, pak Tirta kembali melesakkan batang kontolnya dengan keras masuk ke dalam memekku lalu ia genjot kembali dengan cepat. Beberapa genjotan dilakukan, pak Tirta kembali menarik kontolnya hingga terlepas dan kembali memasukkannya secara cepat sehingga saat kontolnya itu masuk tubuhku seperti menegang menerimanya. Syaraf di tubuhku bereaksi menerima rangsangan yang amat nikmat ini. Antara tanggung dan geli secara bersamaan. Kegiatan pak Tirto menarik ulur kontolnya itu dilakukan terus sampai empat kali dimana pada akhirnya pak Tirta benar-benar mencabut batang ko tolnya dari memekku ini. “Sekarang giliran pantatmu, bu” CUH!!! CUH!!! CUH!!! Kembali ia meludahiku namun kali ini di lubang pantatku dan ia arahkan ujung kontolnya untuk ia tekan masuk secara perlahan. Karna sudah lama pantatku tak dipakai membuat proses penetrasi ini lumayan membuatku mengerang sakit. Senti demi senti kontol pak Tirta menjebol pertahanan pantatku ini sampai semuanya terbenam ke dalamnya. Untuk kali ini pak Tirta seperti memberiku waktu untuk menyesuaikan lubang pantatku terhadap batang kontolnya. Syukurlah setidaknya pantatku tak langsung dihajar olehnya. Beberapa menit berlalu dan pak Tirta mulai menggerakkan pantatnya maju mundur menumbuk lubang pantatku ini. “Ooouuugghhh…sssshhhhh…gila, bu pantatnya jepit banget di kontol saya. Ssshhh….peju saya bisa cepat keluar ini. Sssshhhhh…” PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!! Genjotan yang di lakukan oleh pak Tirta semakin cepat dan lancar di pantatku ini. Aku mulai merasakan bahwa gelombang orgasme ku akan segera aku dapatkan. Sungguh sangat nikmat rasanya. “Aaaakkkkhhh…..Ooouuugghhh…paakkk…ampun saya udah…ga kuat lagi. Sssshhhhh…saya mau keluar, pak”, racauku. “Bareng aja, bu saya juga udah ga kuat pengen keluar. Ssshhhh….sempit banget” “Ga kuat….ga kuat lagiiii….Aaakkkhhhh…aku mau keluaarr…”, Aku meracau siap menyambut gelombang kenikmatan ini demgan meremas payudaraku sendiri dengan sangat kuat. Gila aku bakal orgasme. ” Aku keluuaarr paakkkhhh…” SUUURRRR……SSSUUURRR….. Aku mengalami Squirt yang sangat nikmat, cairan Squirt lu ini menyemprot jauh dengan banyaknya dan sampai menggenang di lantai serta membasahi kedua kaki pak Tirta yang tepat berada di depan memekku itu. Squirt ku terus berdurasi panjang karna pak Tirta terus saja menggenjot pantatku ini hingga ia juga capai puncaknya. “Aaakkkhhhh….kkeluaarrrr…terima peju ku ini Lonte binal!!! Aaakkkkhhhhss….” CROT!!! CROT!!! CROT!!! Tubuhku terus saja bergetar, kelojotan seperti tengah tersetrum aliran listrik dalam jumlah yang banyak dengan sebuah cairan mengucur terus dari lubang kewanitaanku. Sungguh sangat nikmat apa yang sedang aku rasakan ini, aku mendapatkan Squirt yang sangat panjang dan rasanya cairan di tubuhku terbuang semuanya di dalam Squirt yang tengah aku keluarkan ini. Setelah pak Tirta selesai menyemprotkan semua benihnya itu di dalam pantatku dengan sangat banyak dan juga memekku yang sudah berhenti mengalir cairan Squirt ku, tubuhku ambruk ke lantai dimana di lantai itu sudah tergenang oleh cairan Squirt milikku sendiri sehingga aku jatuh di genangan air asin itu. Sementara saat aku jatuh kontol pak Tirta sontak langsung terlepas dari memekku ini. Nafas kami berdua termegah-engah setelah menyelesaikan persetubuhan liar ini. Pak Tirta duduk di kursinya sementara aku masih tergolek lemas di kubangan air Squirt ku sendiri dengan pantatku yang sedikit terbuka meleleh cairan pejunya. Sekitar sepuluh menit kemudian barulah pak Tirta terdengar menghubungi istrinya, Reni untuk membawakan pakaianku dan ternyata benar, tak lama Reni datang dan dibantu olehnya aku memakai bajuku kembali, tapi Bra celana dalam serta Garter Belt yang basah oleh air Squirt ku tak boleh di copot dan harus tetap di pakai. Sementara Bra dan celana dalam asli miliku di minta oleh pak Tirto karna akan ia gunakan saat dirinya kangen dengan tubuhku ini. Ia berujar bahwa mungkin pertemuan kami ini pertama dan yang terakhir kali. Tapi syukurnya kalo begitu. Setelah pakaian kami rapi, kami pergi keluar dari ruang kerja pak Tirta ini menemui anakku yang sedang menunggu di ruang tunggu sejak tadi. “Makasih banget, mas. Mamah mas enak banget dan kayaknya saya ketagihan. Kalo mas mau minta bantuan saya lagi atau mau tukar pasangan saya siap dengan senang hati”, ujar pak Tirta dan Evan tersenyum. “istri bapak juga enak. Tapi kayaknya ga deh, pak” Setelah berbincang sedikit aku diajak anakku untuk pulang dan saat menuju mobil aku menggandeng tangannya layaknya seorang pasangan. Masa bodo orang melihatku. Evan memang anakku tapi dia juga suami untukku juga. Hihihihi….nakalnya aku. Aku senang merasa sangat bahagia hari ini. Bukan Bahagia karna aku bisa merasakan kontol lagi ya, tapi bahagia karna ternyata rasa sayangku sama anakku ini semakin besar dan senang karna di balik fantasi gilanya, ia masih sangat peduli terhadapku. Aku juga tertawa saat mengingat saat Evan berkata sesuatu tadi pada pak Tirta sebelum pergi. Anakku berkata, “semoga bisa jadi anak ya, pak. Walau kemungkinan sangat kecil tapi Kalo jadi tolong jaga anak saya ya, pak” . . . *Bersambung… Daftar Part
Nyokapgue adalah ibu rumah tangga, dan mama yang menjaga kedai kami yang berada di depan rumah. Cerita dewasa setengah baya SMP. Kehadiranku di situ, rupanya cepat diketahui peduduk kampung. Minggu, 04 Agustus 2013 Ia segera bangun, merapikan jilbab dan pakaian dinas PNS-nya yang belum sempat diganti ketika pulang mengajar, kemudian mengintip

CeritaSex - Ranjang yang Ternoda Pt 1. ###. Dina Febrianti sedang resah menghitung tagihan bulanan yang bertebaran di atas mejanya. Wanita cantik berusia 32 tahun yang masih terlihat seperti remaja belasan tahun itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan membolak-balik kertas berisi angka-angka. Tagihan listrik, telepon, air, credit card

TantePantat Seksi Sexy Buka. Cerita Dewasa Ibu Rumah Tangga Cantik Sundul Sex. Goyangan Janda Binal Tubuh Montok Cerita. toket montok, tetek montok, cewek montok, kartika montok, meramas dada montok gadis, babu montok, body semok, cantik semok, pantat semok, alan semok vent figure, cewek semok, bokong semok, semok telanjang, susu montok, toge
CeritaDewasa Mbak Mufidah Ibu Rumah Tangga Yang Hot - Ciri-cirinya adalah ia memakai Jilbab lebar serta jubah panjang serta kaus kaki sebagai cirinya ada padanya apabila dia keluar rumah atau bertemu laki-laki yang bukan mahromnya, sehingga mengesankan kealiman Mufidah. Sore ini, ibu muda yang alim ini kedatangan tamu seorang laki-laki yang dikenalnya sebagai rekan sekantor suaminya
YWMqh.
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/142
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/426
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/803
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/906
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/448
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/255
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/909
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/339
  • 69fjm8uj5z.pages.dev/636
  • cerita mesum ibu rumah tangga